By Published On: 22 Februari 2024Categories: ArtikelDaily Views: 2Total Views: 5126

Etika dan moral seketika menjadi dua kata yang populer di kalangan masyarakat Indonesia beberapa waktu terakhir ini. Hal ini disebabkan karena ada banyak politisi menyebutkan dua kata ini ketika memberi pernyataan-pernyataan di hadapan awak media. Tentunya penyebutan kata etika dan moral oleh beberapa politisi tersebut punya tujuan sesuai dengan konteks pernyataan mereka. Walaupun tidak sempat menjadi google trends, etika dan moral tetap menjadi hal yang menarik untuk dibahas dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, terutama untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila sebagai visi pendidikan di Indonesia.

 

Berakhlak Mulia

Orang-orang yang kecewa karena merasa diri ditipu biasanya melontarkan ungkapan yang ditujukan bagi orang yang dianggap sebagai penipu: “dasar musang berbulu domba”. Ini adalah ungkapan simbolisme yang sudah sering kita dengar. Tapi, bagaimana mungkin musang memiliki bulu domba? Sebagai simbol, “musang” kerap diartikan sebagai kemampuan untuk menyamar dan kemampuan untuk adaptif pada situasi sulit dan “berbulu domba” sering diartikan sebagai kemampuan untuk menunjukkan kebaikan. Ungkapan yang mencoba memadankan dua hal yang berbeda ini secara faktual mustahil. Tapi sebagai sebuah ungkapan, maknanya bisa dipahami.

Ungkapan musang berbulu domba menjelaskan keadaan yang sudah terjadi bahwa orang yang berhasil menipu itu tentu mampu menampilkan kesopanan dan kesantunan sehingga tujuan jahatnya bisa tercapai. Pasti orang yang berhasil ditipu sebelumnya tidak curiga karena pembawaan lahiriah dari penipu itu yang begitu meyakinkan. Ia mampu menunjukkan sopan santun yang menggugah hati meskipun pada akhirnya ia menampilkan sifat munafik karena melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukannya yaitu menipu.

Sopan santun yang secara lahiriah mampu ditampilkan oleh seseorang sebetulnya adalah etiket, sedangkan perbuatan menipu seperti yang nampak pada makna ungkapan di atas adalah perbuatan tidak etis (berkaitan dengan etika). Sebuah catatan kecil bahwa etika tidak sama artinya dengan sopan santun. Pemahaman atas ungkapan di atas dapat menjadi pintu masuk dalam upaya untuk memahami secara utuh tentang apa itu etika dan moral. Banyak literatur yang secara khusus membahas tentang etika dan moral itu. Kita bisa mencarinya secara mandiri sebagai bahan bacaan lanjutan.

Pada konteks Merdeka Belajar, pemahaman tentang etika dan moral menjadi hal yang mutlak. Kemutlakannya sudah dinyatakan pada visi pendidikan nasional yang sangat mendalam yakni mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Dalam rumusan lengkapnya, Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; dan kreatif. Semua ciri-ciri yang diharapkan ada dalam pribadi pelajar Indonesia itu merupakan pengungkapan harapan di masa depan bahwa setiap pribadi warga negara Indonesia nantinya adalah pribadi yang memiliki kualitas moral sebagai “orang Indonesia”.

Pembicaraan tentang moral menjadi relevan pada ciri Profil Pelajar Pancasila yang pertama yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Apa yang dimaksud dengan akhlak mulia? Jawaban atas pertanyaan ini bisa ditemukan pada banyak tulisan dan buku. Penelusuran pada sumber-sumber itu akan membawa kita pada pemahaman yang komprehensif baik secara etimologis maupun secara luas. Menurut Gramedia Blog, akhlak dapat diartikan sebagai tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja, diawali dari proses latihan yang menjadi kebiasaan, bersumber dari dorongan jiwa untuk melakukan perbuatan dengan mudah. Menurut hemat kami, definisi ini cukup ringkas dan memberi penjelasan tentang apa itu akhlak. Bertolak dari definisi tersebut kita dapat memaknai frase akhlak mulia itu. Bahwa akhlak mulia berarti tingkah laku yang mulia dan terpuji. Selanjutnya, tingkah laku yang mulia dan terpuji itu “secara otomatis” harus nyata dalam sikap, tutur kata, dan perbuatan-perbuatan baik. Akhlak mulia ini tentunya merupakan hasil internalisasi dari nilai-nilai kebaikan yang secara religius diyakini/diimani bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, dan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia. Singkatnya, akhlak mulia adalah kualitas moral yang sejatinya harus dimiliki oleh setiap pribadi Indonesia, tak terkecuali harus juga dimiliki oleh pribadi pelajar Indonesia.

 

Etika untuk menguatkan Akhlak Mulia

Saya ingat beberapa tahun lampau ketika masih berstatus sebagai seorang mahasiswa. Di kelas mata kuliah Etika Umum, dosen kami Albertus Sujoko (doktor moralis) memberi pencerahan tentang etika. Menurutnya, etika adalah aktivitas refleksi kritis terhadap moral. Refleksi itu bercorak rasional dan mendasar yang berarti menggunakan kemampuan akal budi dalam usaha untuk mencari kebenaran yang paling meyakinkan. Oleh karena itu, etika mempunyai manfaat yang sangat besar yakni: melatih untuk berpikir kritis dan rasional serta sistematis tentang masalah-masalah moral, membantu untuk mengkaji ajaran-ajaran moral yang diterima, melatih kesadaran moral lebih tinggi karena mengetahui apa yang baik dan benar dalam tingkah laku manusia, mengajarkan tentang tanggung jawab karena memiliki pengertian yang mendalam tentang arti tindakan manusia, dan melatih diri untuk semakin bertanggungjawab dalam menjalankan tugas atau kewajiban karena memiliki pengertian yang mendalam tentang arti tindakan manusia.

Akhlak mulia sebagai perwujudan tingkah laku yang mulia dan terpuji secara otomatis itu sejatinya memerlukan dukungan yang sahih. Dan dukungan yang terutama hanya bisa diberikan oleh praktik latihan yang benar dan didorong oleh motivasi yang lurus sehingga akhlak mulia itu menjadi hasil dari suatu mekanisme yang natural. Bila ingin pelajar Indonesia sungguh memiliki akhlak mulia, maka etika menjadi pilihan utama sebagai pendukung perwujudannya. Untuk mencapai moral: akhlak mulia, perlu etika: refleksi rasional dan mendasar dengan menggunakan kekuatan akal budi. Etika bukanlah sebatas anjuran-anjuran atau pembinaan saja. Etika adalah sebuah aktivitas yang melibatkan pikiran kritis. Etika adalah keterampilan yang perlu diasah dan dikembangkan secara berkelanjutan.

Etika akan sangat membantu setiap stakeholder yang terlibat aktif dalam upaya mewujudkan visi pendidikan Indonesia itu. Dapat dipastikan bahwa dengan etika, harapan di masa depan untuk mewujudkan pribadi Indonesia yang memiliki moralitas sebagai orang Indonesia yakni berakhlak mulia bukan lagi sebuah harapan yang kosong. Mencapai harapan itu adalah sebuah keniscayaan, asalkan etika sebagai alat bantu benar-benar diimplementasikan dengan tepat. Pelajar-pelajar Indonesia sekarang bila dibantu dengan etika dapat menjadi pribadi-pribadi berakhlak mulia nantinya.

 

Pendidik harus paham etika atau moral?

Meskipun masih dangkal, uraian di atas sedikitnya dapat memantik pemikiran kita untuk melihat urgensi etika dan moral dalam upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui layanan pendidikan. Secara tersurat, visi pendidikan nasional Indonesia mengamanatkan tugas bagi pendidik untuk secara bertanggung jawab mampu memfasilitasi semua pelajar Indonesia agar mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik; mereka menjadi orang-orang baik nantinya.

Dari perspektif moral, perbuatan baik juga disebut sebagai perbuatan moral atau juga perbuatan manusiawi. Perbuatan baik adalah perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Manusia akan semakin menjadi baik (manusiawi) apabila melakukan perbuatan-perbuatan moral. Perbuatan manusiawi itu adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan kesadaran dan pertimbangan akal budi yang matang. Mari sedikit menyelami perbuatan moral dari sudut pandang pendidik melalui contoh berikut ini: Seorang pendidik melakukan praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelas karena memahami bahwa kebutuhan belajar masing-masing pelajar di kelasnya berbeda-beda.

Salah satu ciri perbuatan baik atau perbuatan moral atau perbuatan manusiawi, didahului oleh pertimbangan-pertimbangan rasional terkait makna dari perbuatan itu. Bertolak dari contoh di atas, perbuatan pendidik itu akan menjadi perbuatan baik atau perbuatan moral apabila pendidik tersebut paham betul tentang makna dari praktik pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukannya di kelas. Praktik pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan itu bukan sekedar menjadi sebuah pendekatan teknis dalam pembelajaran apabila pendidik itu paham tentang makna dari perbuatan (pembelajaran berdiferensiasi) itu sebagai tindakan untuk menolong sesama dalam mengembangkan potensi dan kemampuan diri, atau tindakan untuk mengembangkan kehidupan sesama. Oleh karena kesadaran dan pilihan bebas, maka pendidik itu memilih untuk melakukan praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelasnya. Dengan demikian, menolong sesama yang menjadi makna dari perbuatan pendidik itu menjadi suatu bentuk akhlak mulia.

Nah, jika demikian, pertanyaan: apakah pendidik harus paham tentang etika dan moral? Jawabannya tak bisa ditawar lagi: harus! Lantas, bagaimana cara mencapai pemahaman itu? Jawaban atas pertanyaan itu akan kita kembangkan pada refleksi selanjutnya. (bersambung)

Penulis: Novie Noldy Johanes Rompis

Editor: Ir. Iwan Jody Soesilo Ngadiman, M.Si.

Bagikan Sekarang